Presiden Jokowi Dijadwalkan Akan Canangkan Pembangunan Monumen Pembebasan Irian Barat

Malut379 Dilihat

KONTEN MALUT – Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan melakukan pencanangan pembangunan monumen perjuangan pembebasan Irian Barat, pada kegiatan Sail Tidore 2022 yang berlangsung pada 24-29 November.

Pencanangan pembangunan monumen perjuangan pembebasan Irian Barat oleh Presiden Joko Widodo itu merupakan beberapa agenda yang telah disiapkan oleh panitia sail di daerah berdasarkan roundown acara.

“Presiden menuju lokasi dengan menaiki becak motor (bentor), prasasti disiapkan dan akan ditandatangani secara simbolis,” tulis keterangan dalam roundown itu, Sabtu (19/11/2022).

Selain melakukan pencanangan pembangunan monumen pembebasan Irian Barat, Presiden juga dijadwal untuk meresmikan kawasan pantai tugulufa, sentra produk IKM, serta peresmian gedung VIP lounge Bandara Sultan Babullah Ternate.

Untuk diketahui, Kota Tidore Kepulauan menjadi saksi perjuangan Irian Barat, dan Gubernur pertama Irian Barat adalah Sultan Zainal Abidin Syah, yang saat ini masih diperjuangkan oleh pemerintah Kota Tidore Kepulauan terkait dengan pemberian gelar sebagai pahlawan nasional.

Saat ini masih ada sejumlah bukti sejarah terkait dengan pembebasan Irian Barat, seperti Kantor Gubernur Irian Barat yang sekerang menjadi SMA Negeri Tidore Kepuluan, Rumah Dinas Gubernur Irian Barat yang berlokasi di Kelurahan Tomagoba.

Dikutip dari sindonews.com, Irian Barat merupakan pulau yang berada di ujung timur Indonesia sebelum berubah menjadi Provinsi Papua pada 2003. Zainal Abidin Syah merupakan Gubernur Irian Barat pertama yang menjabat dari tahun 1956 hingga 1961.

Zainal Abidin Syah merupakan Sultan Tidore periode 1947-1967, ia mempunyai peranan penting di dalam sejarah perebutan kembali Papua Barat. Pengangkatan Zainal Abidin Syah sebagai Gubernur Irian Barat pertama karena memanasnya hubungan antara Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat. Baca juga: Bakal Kembali Panggil Lukas Enembe, KPK Persilakan Bawa Dokter Pribadi

Dalam Sidang Umum PBB pada bulan Desember 1954, masalah Irian Barat tidak berhasil diselesaikan karena Belanda menarik dukungan dari negara-negara barat. Tindakan tersebut dibalas Pemerintah Indonesia dengan menghapus misi militer Belanda yang bertugas di Indonesia.

Setelah segala upaya damai antara kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan yang sesuai dengan janji Belanda, maka Indonesia terpaksa mengupayakan jalan lain, Pemerintah RI memilih jalan konfrontasi di segala bidang, termasuk perjuangan fisik.

Langkah pertama yang diambil pada tahun 1956 yaitu pada saat kabinet Ali yang ke II segala keputusan KMB dibatalkan sepihak termasuk segi politik, finansial ekonomi dan lain-lain. KMB di anggap tidak pernah ada jadi Indonesia bebas sama sekali sesuai dengan Proklamasi 1945.

Sebagai tindakan balasan terhadap Belanda yang telah memasukkan Irian Jaya ke dalam Kerajaan Belanda maka pada tanggal 17 Agustus 1956 yaitu pada HUT RI yang ke XI dibentuklah Provinsi Perjuangan Irian Barat dengan Ibu Kota sementara di Soasiu Tidore yang meliputi Irian Barat yang diduduki Belanda, Tidore, Oba, Weda Patani dan Wasifa.

Presiden Soekarno lantas menetapkan Sultan Zainal Abidin Syah sebagai Gubernur sementara Provinsi Perjuangan Irian Barat lewat SK Presiden RI Nomor 142 Tahun 1956 tanggal 23 September 1956 di Soasiu, Tidore.

Dia diangkat dengan pertimbangan bahwa sampai akhir abad ke-19, daerah Irian merupakan bagian dari Kesultanan Tidore. Sehingga, tidak ada alasan bagi Belanda untuk tidak mengakuinya sebagai wilayah NKRI.

Selanjutnya sesuai SK Presiden RI Nomor 220 Tahun 1961 tanggal 4 Mei 1961, ia ditetapkan sebagai Gubernur tetap Provinsi Irian Barat.

Bagi masyarakat Papua, Zainal Abidin dikenal sebagai tokoh yang memiliki patriotisme dan nasionalisme tinggi. Dikisahkan pada bulan Februari 1949, Pemerintah Belanda mengundang Sultan Tidore Zainal Abidin Syah untuk berkunjung ke Irian Barat (Manokwari).

Dalam pembicaraan dengan Belanda, Zainal Abidin diajak kerja sama dan bergabung dengan Belanda. Dia dibujuk untuk menandatangani satu pernyataan yang telah disiapkan oleh Belanda. Hal itu dimaksudkan untuk menyerahkan Irian Barat ke tangan Pemerintah Belanda.

Belanda menawarkan imbalan akan menjamin kehidupan seluruh anggota kesultanan. Akan tetapi, Sultan Zainal Abdidin Syah dengan tegas menolak tawaran Belanda tersebut.

Dalam proses perundingan itu, Sultan Zainal Abidin diingatkan oleh Panglima Perang Kesultanan Tidore Kapita Lau dengan menginjak kakinya sambil berkata ‘sango ifa (jangan menjawab), lepo ifa (jangan menandatangani). Sultan Zainal Abidin kemudian menjawab dengan tegas,”Saya tidak akan berkhianat kepada rakyat,” ujarnya sambil menepuk meja.

Pada tahun 1961, Zainal Abidin Syah diperbantukan di Kementerian Dalam Negeri sampai tahun 1963. Dia juga diperbantukan pada Operasi Mandala di Makassar (Trikora) Perjuangan Pembebasan Irian Barat tahun 1962.

Zainal Abidin Syah wafat pada 4 Juli 1967 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kapahaha Ambon. Ia meninggalkan 1 orang istri dan 5 anak.

Oleh keluarga Kesultanan Tidore, kerangka almarhum Zainal abidin Syah kemudian dipindahkan ke Soa-Sio, Tidore dan disemayamkan di Sonyine Soloka (pelataran emas) Kedaton Kie Soasio Kesultanan Tidore pada 11 Maret 1986.(#)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *