Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Obi telah lama menjadi aspirasi masyarakat Pulau Obi, Halmahera Selatan. Dengan sumber daya alam yang melimpah, geliat pembangunan ekonomi yang pesat, serta pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, Obi memiliki alasan yang kuat untuk berdiri sendiri sebagai kabupaten. Namun, di tengah semangat rakyat yang terus menyuarakan kemandirian wilayahnya, ada aktor penting yang justru memilih diam: Pihak Perusahan PT. Harita Group dan Wanatiara Persada.
Sebagai dua perusahaan tambang nikel terbesar di wilayah ini, keberadaan kedua perusahan itu tidak bisa dipisahkan dari denyut nadi Obi hari ini. Mereka menguasai wilayah strategis terutama PT. Harita Group, dengan mempekerjakan ribuan tenaga kerja, dan turut menggerakkan roda ekonomi lokal. Maka wajar jika publik menaruh harapan bahwa perusahaan sebesar ini akan bersikap tegas dalam mendukung proses pemekaran. Namun yang terjadi justru sebaliknya seakan diam seribu bahasa.
Sikap ini memunculkan tanda tanya besar: apakah kedua perushaan, PT. Harita Group dan Wanatiara Persada benar-benar bersikap netral? Atau justru diamnya adalah bagian dari strategi politik yang dirancang untuk menjaga status quo ?
Masyarakat Obi patut curiga. Ketika tuntutan DOB semakin menguat, ketika diskusi-diskusi politik semakin meluas dari kampung hingga ke pusat, kedua perusahan seakan tidak menunjukkan iktikad terbuka untuk mendukung aspirasi rakyat yang secara tidak langsung menopang operasi tambangnya. Alih-alih menjadi mitra pembangunan, kedua perusahaan ini tampak lebih memilih jalan aman—atau jangan-jangan, justru bermain di balik layar kekuasaan.
Berbagai spekulasi pun bermunculan: apakah kedua perusahan khawatir kehilangan pengaruh dan kontrol atas wilayah jika Obi menjadi kabupaten sendiri? Apakah pemekaran akan membuka ruang transparansi dan kontrol publik yang lebih ketat atas aktivitas tambang mereka? Apakah mereka lebih nyaman berurusan dengan birokrasi Halmahera Selatan saat ini dibanding menghadapi pemerintahan baru yang lebih dekat dengan suara rakyat?
Ketidakjelasan posisi kedua perusahan dalam isu strategis ini justru memunculkan kesan bahwa kedua perusahaan lebih condong melindungi kepentingan bisnisnya dibanding mendukung hak-hak demokratis masyarakat tempat mereka beroperasi.
Jika PT. Harita Group dan Wanatiara Persada benar-benar menghormati masyarakat Obi, sudah seharusnya mereka bersikap terbuka dan mendukung proses pemekaran baik moril maupun politik sebagai bentuk keberpihakan pada kemajuan wilayah. Bukan menjadi penghambat diam-diam yang bermain di balik tirai kekuasaan.
Aspirasi pemekaran adalah bagian dari proses demokrasi. Menyikapinya dengan keengganan dan pembiaran justru menjadi bentuk pelecehan terhadap kehendak rakyat.